BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Khulafa’
al-Rosyidin merupakan pemimpin Islam dari kalangan sahabat, pasca
Nabi Muhammad SAW wafat. Mereka merupakan pemimpin yang dipilih langsung oleh
para sahabat melalui mekanisme yang demokratis. Siapa yang dipilih, maka
sahabat yang lain berhak untuk memberikan bai’at (sumpah setia) pada
calon yang terpilih tersebut. Al-Khulafa’ al-Rosyidin adalah para
penganti Nabi. Islam sebagai sebuah ajaran dan Islam sebagai institusi negara
mulai tumbuh dan berkembang pada masa tersebut.[1]
Al-Khulafa’ al-Rosyidin adalah empat
orang khalifah (pemimpin) pertama agama Islam, yang dipercaya oleh umat Islam
sebagai penerus kepemimpinan Nabi Muhammad setelah ia wafat sebagai pemimpin
negara dan pemimpin masyarakat. Pemilihan keempat pemimpin ini melalui cara
yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena Nabi tidak menetapkan bagaimana
suksesi kepemimpinan umat Islam setelah Nabi wafat. Empat khalifah ini
merupakan orang-orang mulia dan memiliki peran yang cukup menonjol di Makkah
dan Madinah. Mereka dikenal sebagai rasyidin, khalifah-khalifah yang
“mendapatkan petunjuk”, dan model pemerintahan yang mereka pakai sama
formatifnya dengan yang dilakukan oleh Nabi.[2] Khulafaur
Rasyidin merupakan istilah gelar resmi merujuk pada empat khalifah pertama
Islam, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi
Thalib.
Islam pada masa khulafaur rasyidin tetap pada aslinya
sebagaimana yang dibawa oleh Nabi, namun ada beberapa hal yang tentunya berbeda
dari empat khalifah Islam yang merupakan corak tersendiri pada setiap masa
kepemimpinannya. Adapun untuk lebih jelasnya kedua tokoh yang dari keempat
khilafah Islam (Abu Bakar dan Usman bin Affan) secara lebih jelasnya telah
penulis paparkan pada makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas maka dirasa perlu untuk merumuskan
masalah-masalah yang akan dikaji dalam makalah ini:
1.
Bagaimana biografi tokoh khilafah
al-Rasyidah I-II?
2.
Bagaimanakah
Islam pada masa khilafah al-Rasyidah I-II?
3.
Bagaimana cara
pembentukan khilafah pada masa khilafah al-Rasyidah I-II?
4.
Bagaimanakah
sistem ghanimah yang dijalankan pada masa khilafah
al-Rasyidah I-II?
5.
Bagaimanakah
sistem pertanahan yang dijalankan pada masa khilafah
al-Rasyidah I-II?
6.
Bagaiamanakah
perkembangan Islam sebagai kekuatan politik di masa khilafah al-Rasyidah I-II?
C. Tujuan Makalah
Melihat rumusan masalah di atas, maka makalah ini bertujuan untuk:
1.
Menjelaskan biografi tokoh khilafah
al-Rasyidah I-II
2.
Menguraikan
tentang Islam pada masa khilafah al-Rasyidah I-II
3.
Menjelaskan cara
pembentukan khilafah pada masa khilafah al-Rasyidah I-II
4.
Menjelaskan
sistem ghanimah yang dijalankan pada masa khilafah
al-Rasyidah I-II
5.
Menjelaskan
sistem pertanahan yang dijalankan pada masa khilafah
al-Rasyidah I-II
6.
Menjelaskan
perkembangan Islam sebagai kekuatan politik di masa khilafah al-Rasyidah I-II
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Tokoh
1.
Biografi Abu
Bakar
Abu Bakar As-Shidiq adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang mempunyai nama lengkap Abdullah Abi Quhafah At-Tamimi. Pada zaman pra Islam ia bernama Abu Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi SAW. Menjadi Abdullah. Beliau lahir
pada tahun 573 M, dan wafat pada tanggal 23 Jumadil akhir tahun 13 H bertepatan dengan bulan Agustus 634 M, dalam usianya 63 tahun, usianya lebih muda dari Nabi SAW
3 tahun. Diberi julukan Abu Bakar atau pelopor pagi hari, karena beliau termasuk orang laki-laki yang masuk Islam pertama kali. Sedangkan gelar As-Shidiq diperoleh karena beliau senantiasa membenarkan semua hal yang dibawa Nabi SAW terutama pada saat
peristiwa Isra’ Mi’raj.[3]
Setelah
masuk Islam, beliau menjadi anggota yang paling menonjol
dalam jamaah Islam setelah Nabi SAW. Beliau terkenal karena keteguhan pendirian, kekuataniman,
dan kebijakan pendapatnya. Beliau pernah diangkat sebagai panglima perang oleh Nabi SAW, agar ia
mendampingi Nabi untuk bertukar pendapat atau berunding.
Pekerjaan pokoknya adalah berniaga, sejak zaman jahiliyah sampai setelah
diangkat menjadi Khalifah. Sehingga pada suatu hari beliau ditegur oleh Umar ketika akan pergi ke pasar seperti biasanya: “Jika engkau masih sibuk dengan perniagaanmu, siapa yang akan melaksanakan tugas-tugas kekhalifahan?”. Jawab Abu Bakar: “Jadi dengan apa saya mesti memberi makan keluargasaya?“. Lalu diputuskan untuk menggaji Khalifah dari baitul mal sekedar mencukupi
kebutuhan sehari-hari dalam taraf yang amat sederhana.
Abu Bakar adalah putra dari keluarga bangsawan yang terhormat di Makkah. Semasa kecil dia merupakan lambang kesucian dan ketulusan hati serta kemuliaan akhlaknya, sehingga setiap orang mencintainya. Ketika Nabi SAW mengajak manusia memeluk agama Islam, Abu Bakar merupakan orang pertama dari kalangan pemuda yang menanggapi seruan Rasulullah, sehingga Nabi SAW memberinya gelar “Ash-Siddiq”.
2.
Biografi
Umar bin Khattab
Umar bin Khattab
adalah putra Nufail Al-Quraisy, dari suku Bani Adi. Sebelum Islam Bani Adi ini
terkenal sebagai suku yang terpandang
mulia,
megah dan berkedudukan tinggi. Khalifah kedua dalam Islam dan juga orang kedua dari kalangan Khulafa al-Rasyidun (Khalifah yang lurus). Ia merupakan satu diantara tokoh-tokoh besar
dalam sejarah Islam.
Ia terkenal dengan
tekad
dan kehendaknya yang sangat kuat, cekatan, dan
karakternya yang berterus terang. Sebelum menjadi
khalifah ia dikenal sebagai pribadi yang keras dan tidak mengenal kompromi dan bahkan
kejam.
Semula ia adalah
musuh Islam yang sangat bengis. Perubahan
pendiriannya
yang terjadi
pada tahun keempat sebelum hijrah
merupakan peristiwa yang sangat terkenal. Ia telah
memutuskan
untuk membunuh Nabi,
namun ketika mendengar perihal saudara perempuannya yang bernama Fathimah
bersama suaminya yang bernama Sa’id ibnu Zayd telah memeluk agama baru
yang dibawa oleh Nabi Muhammad, maka ia segera mencari keduanya untuk
memberikan peringatan
kepada keduanya. Tetapi
ketika Umar mendapatkan
keduanya sedang membaca al-Qur’an, Umar menjadi berminat memeluk agama
Islam. Dan setelah ia masuk Islam, ia
menjadi sahabat yang sangat setia, bahkan pada akhir hayatnya ia berkata:
“kematian akan sangat buruk bagiku, seandainya
aku tidak menjadi seorang muslim.[4]
B.
Islam pada
Masa Khalifah al-Rasyidah I-II
1.
Islam pada
Masa Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq
Banyak
proses-proses berat yang di hadapi Abu Bakar di awal pemerintahannya, adapun
beberapa kesulitan yang dihadapi oleh khalifah Abu Bakar misalnya adalah,
banyak umat Muslim yang murtad atau
keluar dari Islam
akibat enggan membayar zakat, mereka menganggap
membayar zakat hanya berlaku pada masa Rasulullah masih hidup. Adapun
pemurtadan yang lain itu akibat timbul banyak nabi-nabi palsu, dan
disitulah banyak umat muslim yang ikut ajaran nabi palsu tersebut.
a)
Memerangi kaum murtad
Peristiwa kaum murtad ini dikenal dengan istilah “Ar -riddah”, yang
berarti kemurtadan atau beralih agama dari Islam kepada kepercayaan semula.
Secara politis, Ar-riddah merupakan
pembangkangan terhadap lembaga kekhalifahan. Gerakan ini muncul sebagai akibat
kewafatan Rasulullah Saw. Mereka melepaskan kesetiaannya kepada khalifah,
bahkan menentang agama Islam karena menganggap
bahwa perjanjian yang dibuat Rasulullah Saw. batal disebabkan
kewafatannya. Gerakan mereka mengancam stabilitas keamanan wilayah dan
kekuasaan Islam. Oleh karena itu, khalifah dengan tegas melancarkan operasi
pembersihan gerakan tersebut.[5]
Abu Bakar tinggal di Madinah sampai benar-benar ia merasa yakin
bahwa pasukan Usamah sudah berkumpul
semua, kemuadian bersama meraka ia berangkat ke Zul-Qossah. Pasukan itu di
baginya menjadi dua belas brigade dengan masing-masing dibawah pimpinan satu
orang. Kemudian ia mengeluarkan perintah kepada mereka masing-masing agar
memobilisasi Muslimin yang kuat-kuat dan persiapan untuk berangkat untuk
menghadapi kaum murtad.[6]
Untuk melindungi kota Madinah Abu Bakar memperkuat dengan Brigade yang
lebih kecil. Karena ketika itu Madinah sudah aman dari kemungkinan adanya
serangan dari luar . Sejak itu Abu Bakar tidak lagi meninggalkan Madinah bukan
karna tidak ingin bersama-sama dengan
muslimin dalam segala perjuangan itu, tetapi karena Madinah sudah menjadi
markas komando tertinggi seluruh pasukan, dan sumber semua pengiriman perintah
untuk bergerak dari tempat ke tempat yang lain. Abu Bakar mengeluarkan perintah
kepada semua komandan pasukan agar jangan ada yang pindah dari perang berkelompok yang sudah
dimenangkan untuk bergerak ke tempat lain sebelum mendapat izin. Dia yakin
sekali bahwa kesatuan komando dalam
perang merupakan salah satu taktik yang paling kuat dan tepat, dan
jaminan untuk mencapai kemenangan. Brigade Kholid Ibn Walid adalah yang terkuat
diantara belasan Brigade yang dibentuk. Anggotanya terdiri atas para pejuang
pilihan dari Muhajirin dan Anshor. Dan Kholid Ibn Walid sendiri yang memilih
pasukannya. Kemudian dalam menghadapi Irak dan Syam perjuangan mereka juga
tiada taranya. [7]
b) Gerakan
Penumpasan Nabi Palsu
Setelah Rasulullah wafat, seluruh jazirah Arab murtad dari adama Islam
kecuali Makkah, Madinah, dan Thaif. Sebagian orang murtad ini kembali kepada
kekufuran lamanya dan mengikuti orang-orang yang mengaku sebagai nabi, sebagian
yang lain hanya tidak mau membayar zakat. Para sahabat menasehati Abu Bakar
agar dia tidak memerangi mereka karena kondisi ummat Islam yang sangat sulit
dank karena sebagian pasukan Islam sedang diberangkatkan untuk berperang
melawan tentara Ramawi yang dipimpin oleh Usama Ibn Zaid. Namun Abu Bakar
menolak usulan mereka. Tatkala Abu Bakar mengantarkan pasukan Usama, para
sahabat segera keluar ketempat-tempat masuk kota Madinah untuk menjagannya. Dia
memerintahkan kepada kaum muslimin untuk selalu siap siaga di masjid untuk
bersiap-siap menjaga kemungkinan terjadinya serangan mendadak di kota Madinah
agar mereka akan gampang mengusir musuh yang datang itu. Abu Bakar keluar
sendiri melihat kondisi pintu-pintu
masuk kota Madinah. Tak berapa lama datang sedekah dalam jumlah yang sangat banayak
dari berbagai pihak. Setelah berlangsung
dua bulan, pasukan Usamah kembali dengan membawa kemenangan. Kemudian Abu Bakar
memebentuk sebelas kelompok tentara untuk memerangi kelompok yang murtad dari
Islam. Abu Bakar memilih sahabat-sahabat senior untuk memimpin pasukan itu.
Misalnya, Khalid Ibn Walid. Khalid berangkat
dengan pasukannya untuk memerangi Bani Asas, Ghathfan, dan Amir. Pihak
musuh dipimpin oleh Thulaihah Ibn Khuailid Al-asadi, seorang yang mengaku
sebagai nabi palsu. Khalid menyambut mereka
di sumur Buzakhah dan menghajar mereka hingga akhirnya mereka kalah dan
bertaubat. Kemudian mereka berangkat ketempat-tempat Bani Yarbu’ dan Bani Tamim
yang berada di Battah. Khalid memerangi mereka dan akhirnya pemimpin yang
bernama Malik Ibn Nuairah pun tewas. Khalid berhasil menaklukan mereka.[8]
c) Gerakan
Terhadap Orang-orang yang Enggan Membayar Zakat
Kekacauan yang menimpa kawasan Arab itu berkesudahan dengan berbaliknya
mereka dari Islam, sementara diantara yang lain tetap dalam Islam tetapi tidak
mau membayar zakat kepada Abu Bakar. Keengganan membayar zakat itu baik karena
kikir dan kelihaian mereka seperti kelihainnya dalam mencari dan menyimpan
uang, atau kerena anggapan bahwa pembayaran itu sebagai upeti yang sudah tak
berlaku lagi sesudah Rasulullah tiada, dan boleh dibayarkan kepada saja yang
mereka pilih sendiri sebagai pemimpinnya di Madinah. Mereka mogok tak mau
membayar zakat dengan menyatakan bahwa dalam hal ini mereka tidak tunduk kepada
Abu Bakar. Demikian yang terjadi dengan kabilah-kkabilah yang dekta dengan
Madinah, terutama kabilah Abs dan Zubyan. Untuk memerangi mereka tidak mudah
setelah Abu Bakar melaksanakan perintah mengirimkan Usamah, sebab sudah tidak
ada lagi pasukan untuk mempertahankan
Madinah. Abu Bakar mengadakan rapat dengan para sehabat besar itu guna meminta
saran dalam memrangi mereka yang tak mau menunaikan zakat. Umar Ibn Khattab
dan beberapa orang sahabat berpendapat
untuk tidak memerangi umat yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan lebih
baik meminta bantuan kepada mereka dalam menghadapi musuh bersama dan sebagian
kecil yang lain menghendaki jalan kekerasan. Abu Bakar melibatkan diri
mendukung gerakan minoritas, betapa kerasnya ia membela pendiriannya itu,
tampak dari kata-katnya ini: “demi Allah, orang yang keberatan menunaikan zakat
kepadaku, yang dulu mereka lakukan kepada Rasulullah, akan aku perangi”.
2.
Islam pada
Masa Khalifah Ummar bin Khattab
Selama pemerintahan Umar, kekuasaan
Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian
Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa
kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara
dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi
daya yaitu Persia dan Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan islam pada jaman
Umar. Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan
ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus. 20 ribu pasukan
Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan
Romawi di Asia Kecil bagian selatan.
Umar melakukan banyak reformasi
secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk
membangun sistem administratif untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan
diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia
memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan
Masjid Nabawi di Madinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam. Umar
dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan
penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sangat sederhana.[9]
Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah,
tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan
Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah.
Ada beberapa perkembangan peradaban
Islam pada masa khalifah Umar bin Khtthab, yang meliputi Sistem pemerintahan
(politik), ilmu pengetahuan, sosial, seni, dan agama.
a)
Perkembangan
Politik
Pada masa khalifah Umar bin khatab,
kondisi politik islam dalam keadaan stabil, usaha perluasan wilayah Islam
memperoleh hasil yang gemilang. Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat,
Umar Radhiallahu ‘anhu segera mengatur administrasi negara dengan
mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Perluasan
penyiaran Islam ke Persia sudah dimulai oleh Khalid bin Walid pada masa
Khalifah Abu Bakar, kemudian dilanjutkan oleh Umar. Tetapi dalam usahanya itu
tidak sedikit tantangan yang dihadapinya bahkan sampai menjadi peperangan.[10]
Kekuasaan Islam sampai ke Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti
Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil
alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi
(Byzantium).
Administrasi pemerintahan diatur
menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah,
Kufah, Palestina, dan Mesir. Pada masa Umar bin khatab mulai dirintis tata cara
menata struktur pemerintahan yang bercorak desentralisasi. Mulai sejak masa
Umar pemerintahan dikelola oleh pemerintahan pusat dan pemerintahan propinsi.
Karena telah banyak daerah yang
dikuasai Islam maka sangat membutuhkan penataan administrasi pemerintahan, maka
khalifah Umar membentuk lembaga pengadilan, dimana kekuasaan seorang hakim
(yudikatif) terlepas dari pengaruh badan pemerintahan (eksekutif). Adapun hakim
yang ditunjuk oleh Umar adalah seorang yang mempunyai reputasi yang baik dan
mempunyai integritas dan keperibadian yang luhur. Zaid ibn Tsabit ditetapkan
sebagai Qadhi Madinah, Ka’bah ibn Sur al-Azdi sebagai Qadhi Basrah, Ubadah ibn
Shamit sebagai Qadhi Palestina, Abdullah ibn mas’ud sebagai Qadhi kufah.
Pada masa Umar ibn Khatab juga mulai
berkembang suatu lembaga formal yang disebut lembaga penerangan dan pembinaan
hukum islam. Dimasa ini juga terbentuknya sistem atau badan kemiliteran.
Pada masa khalifah Umar bin Khattab
ekspansi Islam meliputi daerah Arabia, syiria, Mesir, dan Persia. Karena
wilayah Islam bertambah luas maka Umar berusaha mengadakan penyusunan
pemerintah Islam dan peraturan pemerintah yang tidak bertentangan dengan ajaran
Islam.
a)
Perkembangan
Ekonomi
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, dan
setelah Khalifah Umar mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi
yang sudah berkembang terutama di Persia. Pada masa ini juga mulai diatur dan
ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam
rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga
keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan
pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang, dan
membuat tahun hijiah. Dan menghapuskan zakat bagi para Mu’allaf. Ada beberapa
kemajuan dibidang ekonomi antara lain :[11]
1)
Al kharaj
Kaum muslimin diberi hak menguasai tanah dan segala
sesuatu yang didapat dengan berperang. Umar mengubah peraturan ini, tanah-tanah
itu harus tetap dalam tangan pemiliknya semula, tetapi bertalian dengan ini
diadakan pajak tanah (Al kharaj).
2)
Ghanimah
Semua harta rampasan perang (Ghanimah), dimasukkan
kedalam Baitul Maal Sebagai salah satu pemasukan negara untuk membantu rakyat.
Ketika itu, peran diwanul jund, sangat berarti dalam mengelola harta tersebut.
3)
Pemerataan
zakat
Umar bin Khatab juga melakukan pemerataan terhadap
rakyatnya dan meninjau kembali bagian-bagian zakat yang diperuntukkan kepada
orang-orang yang diperjinakan hatinya (al-muallafatu qulubuhum).
4)
Lembaga
Perpajakan
Ketika wilayah kekuasaan Islam telah meliputi wilayah
Persia, Irak dan Syria serta Mesir sudah barang tentu yang menjadi persoalan
adalah pembiayaan, baik yang menyangkut biaya rutin pemerintah maupun biaya
tentara yang terus berjuang menyebarkan Islam ke wilayah tetangga lainnya. Oleh
karena itu, dalam kontek ini Ibnu Khadim mengatakan bahwa institusi perpajakan
merupakan kebutuhan bagi kekuasaan raja yang mengatur pemasukan dan
pengeluaran.[12]
b)
Perkembangan
Pengetahuan
Pada masa khalifah Umar bin Khatab, sahabat-sahabat
yang sangat berpengaruh tidak diperbolehkan untuk keluar daerah kecuali atas
izin dari khalifah dan dalam waktu yang terbatas. Jadi kalau ada diantaa umat
Islam yang ingin belajar hadis harus perdi ke Madinah, ini berarti bahwa
penyebaran ilmu dan pengetahuan para sahabat dan tempat pendidikan adalah
terpusat di Madinah. Dengan meluasnya wilayah Islam sampai keluar jazirah Arab,
nampaknya khalifah memikirkan pendidikan Islam didaerah-daerah yang baru
ditaklukkan itu. Untuk itu Umar bin Khatab memerintahkan para panglima
perangnya, apabila mereka berhasil menguasai satu kota, hendaknya mereka
mendirikan Mesjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan.
Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, khalifah Umar
bin Khatab merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di
kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di mesjid-mesjid dan
pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang
ditaklukkan itu, mereka bertugas mengajarkan isi al-Qur'an dan ajaran Islam
lainnya seperti fiqh kepada penduduk yang baru masuk Islam.
Meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan
pendidikan Islam bertambah besar, karena mereka yang baru menganut agama Islam
ingin menimba ilmu keagamaan dari sahabat-sahabat yang menerima langsung dari
Nabi. Pada masa ini telah terjadi mobilitas penuntut ilmu dari daerah-daerah
yang jauh dari Madinah, sebagai pusat agama Islam. Gairah menuntut ilmu agama
Islam ini yang kemudian mendorong lahirnya sejumlah pembidangan disiplin
keagamaan.
Dengan demikian pelaksanaan pendidikan dimasa
khalifah umar bin khatab lebih maju, sebab selama Umar memerintah Negara berada
dalam keadaan stabil dan aman, ini disebabkan, disamping telah ditetapkannya
mesjid sebagai pusat pendidikan, juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan
Islam diberbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu
bahasa, menulis dan pokok ilmu-ilmu lainnya.[13]
Perkembangan
Sosial
Pada masa Khalifah Umar ibn Khatthab ahli al-dzimmah
yaitu penduduk yang memeluk agama selain Islam dan berdiam diwilayah kekuasaan
Islam. Al-dzimmah terdiri dari pemeluk Yahudi, Nasrani dan Majusi. Mereka
mendapat perhatian, pelayanan serta perlindungan pada masa Umar. Dengan membuat
perjanjian, yang antara lain berbunyi ;
“Keharusan orang-orang Nasrani menyiapkan akomodasi
dan konsumsi bagi para tentara Muslim yang memasuki kota mereka, selama tiga
hari berturut-turut.”
Pada masa umar sangat memerhatikan keadaan sekitarnya,
seperti kaum fakir, miskin dan anak yatim piatu, juga mendapat perhatian yang
besar dari Umar ibn Khathab.
c)
Perkembangan
Agama
Di zaman Umar Radhiallahu ‘anhu gelombang ekspansi
(perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi ; ibu kota Syria, Damaskus,
jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di
pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan
memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan
'Amr ibn 'Ash Radhiallahu ‘anhu dan ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad ibn Abi
Waqqash Radhiallahu ‘anhu. Iskandariah/Alexandria, ibu kota Mesir, ditaklukkan
tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam.
Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh
pada tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain
yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Moshul dapat dikuasai. Dengan
demikian, pada masa kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘anhu, wilayah kekuasaan
Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah
Persia, dan Mesir. Dalam kata lain. Islam pada zaman Umar semakin berkembang.
Jadi dapat disimpulkan, keadaan agama Islam pada masa
Umar bin Khatthab sudah mulai kondusif, dikarenakan karena kepemimpinannya yang
loyal, adil, dan bijaksana. Pada masa ini Islam mulai merambah ke dunia luar,
yaitu dengan menaklukan negara-negara yang kuat, agar islam dapat tersebar
kepenjuru dunia.
C. Pembentukan Khilafah
Kata خليفة (khalifah), menurut Luis Ma’luf
Yasu’i dalam Kamus Al-Munjid biasa diterjemahkan dengan pengganti dalam
al-Quran terdapat dua kata خليفة, dan tiga kata خلفاء, tapi tidak satu pun tertuju kepada
Muhammad SAW atau khalifahnya. Yang dimaksud dengan kata خليفة dalam al-Quran surat 2 (al-Baqarah): 30.[14]
وَاِذْقَاَلَ
رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِاِنّيِ جَاعِلٌ فِيْ اْلاَرْضِ خَلِيْفَةً
Ingatlah,
ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat : “ Sesungguhnya Aku akan menjadikan
seorang khalifah di muka bumi”
Kata
khalifah dalam surat 38(Shad):26, “Hai Daud, sesungguhnya kami menjadikan kamu
khalifah (penguasa) di muka bumi, “jelas tertuju kepada Nabi Daud.[15]
Khilafah merupakan bentuk
pemerintahan sepeninggal Nabi Muhammad. Ada empat khalifah (pemimpin) di saat
itu yang terkenal dengan kedekatannya dengan Nabi Muhammad semasa hidupnya.
Ketika Nabi wafat maka terjadilah kekalutan dalam penentuan siapakah yang akan
menjadi pemimpin umat yang akan menggantikan Nabi. Ada kalangan yang mengatakan
bahwa kelompok kesukuan harus memilih imam-nya sendiri. Sahabat Nabi,
Abu Bakar dan Umar bin Khattab berpendapat bahwa ummah adalah masyarakat
yang bersatu dan dipimpin oleh seoragn pemimpin tunggal, sebagaimana pada masa
Nabi. Di Arabia, adalah suatu yang sakral, sehingga ada anggapan bahwa kualitas
khusus seorang pemimpin diturunkan pada keturunanya, oleh karena itu sebagian
kelompok beranggapan bahwa Nabi Muhammad mungkin menginginkan Ali bin Abi
Thalib sebagai penggantinya dalam memimpin umat.[16]
1.
Pembentukan
Khilafah pada Masa Abu Bakar ash-Shiddiq
Sepeninggal Nabi Muhammad sekelompok orang berpendapat
bahwa Abu Bakar yang lebih berhak atas kekhalifahan, karena Rasulullah
merelakannya dalam urusan-urusan agama dengan menyuruhnya mengimami shalat
jamaah selama Nabi sakit. Kelompok yang lain berpendapat bahwa yang paling
berhak atas kekhalifahan adalah ahlu-bait Rasulullah sendiri yang
diwakili oleh Abdullah bin Abbas atau Ali bin Abi Thalib, selain itu masih ada
kelompok yang mengatakan bahwa kekhalifahan paling pantas dipegang oleh
golongan Quraisy termasuk di dalamnya adalah kaum Muhajirin awal. Kelompok
lainya juga berpendapat bahwa yang berhak atas kekhalifahan adalah kaum Ansar.[17]
Melihat perbedaan di atas ketika kaum Ansar menginginkan adanya pemimpin dari
golongannya dan dari golongan Muhajirin, tatkala itu Umar mendatangi mereka dan
berkata, ‘wahai kaum Ansar tidakkah kalian tahu bahwa Rasulullah telah
memerintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam shalat pada saat hidupnya. Lalu
siapa di antara kalian yang merasa dirinya berhak untuk maju mendahului Abu
Bakar?’ maka orang Ansar pun berkata, ‘kami berlindung kepada Allah untuk maju
mendahului Abu Bakar.’[18]
Maka dari sinilah kemudian Umar membaiat Abu Bakar
kemudian diikuti oleh orang-orang Muhajirin lalu kaum Ansar. Seketika itu Abu
Bakar terpilih menjadi khalifah yang akan meneruskan perjuangan Nabi dalam
memimpin negara dan kaum muslimin saaat itu.
Melihat peristiwa di atas, perselisihan pertama yang
terjadi dalam tubuh umat Islam adalah perihal masalah kekhalifahan.
Perselisihan ini terjadi di kediaman Rasulullan dan sebelum jenazahnya
dimakamkan. Perselisihan kedua terjadi di Saqifah Bani Sa’idah, yaitu
tatkala kaum Ansar menuntut hak atas kekhalifahan. Perselisihan ini pun
berakhir dengan di baiatnya Abu Bakar sebagai khalifah pertama. Setelah Abu Bakar
diangkat menjadi khalifah, ia kemudian berpidato menjelaskan apa yang akan
dilakukan dalam pemerintahannya. Berikut ini adalah isi pidato Abu Bakar:
“Wahai
Manusia! Saya telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah
orang terbaik di antaramu. Maka jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik,
ikutlah aku, tapi jika aku berbuat salah, maka betulkanlah! Orang yang kamu
pandang kuat, saya pandang lemah, hingga saya dapat mengembalikan haknya
kepadanya. Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, tapi bilamana aku tiada menaati Allah dan Rasul-Nya kamu tak perlu
menaatiku.”[19]
Pidato khalifah itu mengandung arti yang sangat
penting, karena terbukti pemerintahannya penuh demokratis dan berdaulat.
Walaupun dalam Islam kedaulatan itu mutlak berada di tangan Allah, namun dalam
hal urusan dunia, khalifah sebagai penganti Nabi yang penuh berdaulat dan
legitimasinya diperoleh dari pengakuan rakyat. Hal initerlihat dalam pidatonya,
seorang khalifah itu baru berdaulat apabila dapat pengakuan dari rakyat.
Setelah terpilih menjadi khalifah, Abu Bakar menghadapi berbagai tugas dan
persoalan seperti mengirim kembali ekspedisi Usamah ke Syam yang telah
ditugaskan Nabi untuk menghadapi Bizantium yang sekaligus juga membalas kematian
ayahnya, Zaid di medan perang sebelumnya. Di sini, Abu Bakar bertindak
seolah-olah menjalankan sunah Nabi karena Nabilah yang memilih Usamah sebagai
panglima perang.[20]
Kekhalifahan Abu Bakar merupakan pemilihan yang
berlangsung secara demokratis di Muktamar Tsaqifah Bani Sa’idah, hal ini
sebagaimana tata cara perundingan modern yang dikenal saat ini. Abu Bakar
memenangkan pemilihan untuk menduduki jabatan khalifah setelah melalui
perdebatan dan adu argumentasi dari berbagai golongan sampai hampir terjadi
perpecahan bahkan adu fisik.
2.
Pembentukan
Khilafah pada Masa Ummar bin Khattab
Menjelang wafat, Abu Bakar menunjuk Umar Ibn Khattab
sebagai penggantinya. Umar dipilih sebagai khalifah berdasarkan persetujuan
jamaah kaum muslimin dan kesepakatan pemuka masyarakat saat itu. Sebelum itu
Abu bakar telah memilihnya, melihat situasi negara yang masih labil. Pilihan
Abu Bakar ini berdasarkan pendapat dan persetujuan tokoh masyarakat yang
diminta pandangannya ketika menjenguk dirinya yang sedang sakit, seketika
itulah Abu Bakar menunjuk Umar untuk menjadi khalifah. Piagam penunjukan itu
pun ditulis oleh Abu Bakar sebelum ia wafat.[21]
Rahman mengutip dari al-Tabari, Kitab al-Rasul wa
al-Muluk sebagai berikut.
Dalam keadaan sakit (berbaring di tempat tidur), Abu
Bakar menunjuk Umar Ibn Khattab sebagai penggantinya. Ada keberatan dari
sahabat atas penunjukan tersebut. Akan tetapi, ia mengumumkan, bahwa dengan
nama Allah, saya tidak meleset sedikitpun dan tidak berbuat kekurangan
sedikitpun dalam menunjuk Umar sebagai pengganti. Oarang yang saya tunjuk,
bukan dari keluargaku dan kalian mendengar kata-kata dan mematuhi perintah,
maka rakyat yang hadir semua serentak menjawab kami dengar dan menerimanya.[22]
Dengan demikian, Abu Bakar menyelesaikan persoalan
calon pengganti, supaya tidak muncul problem seperti ketika Nabi tinggalkan
umat Islam dalam memilih pengganti timbul perselisihan yang nyaris Islam
terbawa ke gerbang kehancuran. Pada periode Khalifah Umar (634-644 M), peta
Islam meluas di Timur sampai perbatasan India dan sebagaian Asia Tengah serta
wilayah kekuasaan Bizantium, Syam dan Mesir yang menjadi ancaman bagi negara
Islam waktu itu. Di Barat sampai Afrika Utara. Periodenya terkenal dengan
pembangunan Islam dan perubahan – perubahan. Telah disebutkan, bahwa untuk
kelancaran pemerintahan, Umar membentuk departemen-departemen dan membagi
wilayah kekuasaannya dengan beberapa provinsi dikepalai seorang amir dan
unit wilayah perpajakan (distrik) dipimpin oleh seorang amil.
Disebutkan, bahwa Umar juga mengeluarkan beberapa kebijakan yang baru yang
tidak terdapat pada periode sebelumnya, misalnya demi keamanan, menjaga
kualitas/mutu tentara Arab, produksi panen yang memadai, menghindari negara
dari kerugian pajak 80%, keadilan, menghindari diskriminasi Arab dan Non Arab.[23]
Pada akhir kepemimpinannya, Umar dibunuh oleh Abu
Lu’lu’ (orang persia). Hal ini dilatarbelakangi oleh pemecatan Umar pada
Mughirah Ibn Syu’ba sebagai Gubernur Kufah. Karena Mughirah melakukan
pembocoran rahasia negara dan pengkhianatan. Menjelang wafat Umar menugaskan
kepada enam orang sahabat, yaitu Abdurrahman Ibn ‘Auf, Thlhah, Zubair, Ustman
Ibn Affan, Ali Ibn Abi Tholib, dan Sa’ad Ibn Waqas. Kelompok tersebut diketahui
Abdurrahman ditambah satu lagi yaitu Abdullah Ibn Umar, namun ia tidak memiliki
hak untuk dipilih menjadi khalifah. Alasannya membentuk tim tersebut, bahwa ia
tidak sebaik Abu Bakar yang bisa menunjuk seseorang sebagai penggantinya. Akan
tetapi ia juga tidak bisa sebaik Nabi Muhammad untuk membiarkan para sahabatnya
memilih pengganti, maka diambil jalan tengah yaitu dengan membentuk tim
formatur untuk bermusyawarah menentukan pengganti dirinya. Ketika ditanya para
sahabat, mengapa Umar ambil jalan tengah? Tidk membiarkan atau menunjuk
penggantinnya seperti Nabi membiarkan kepada rakyat sedangkan Abu Bakar
menunjuk langsung penggantinnya?
Umar berkata sebagai berikut.[24]
....kalau aku mengangkat penggantiku,
telah ada orang yanglebih baik dari yang memilih pengganti dan kalau aku
biarkan menurut kehendak rakyat, maka telah ada pula orang yang lebih baik dari
pada aku membiarkannya...
Setelah melakukan voting, pemungutan suara
dalam tim tersebut, maka terpilihlah Usman Ibn Affan sebagai khalifah,
pengganti Umar Ibn Khattab. Dalam sejarah Islam itulah panitia pemilihan
khalifah pertama kali.
Demikianlah pembentukan khilafah dan sekaligus pengangkatan
para khalifah yang terjadi pada masa setelah Rasulullah. Hal ini terjadi karena
Nabi tidak menunjuk dan berwasiat tentang siapa yang akan menjadi penggantinya
setelah wafat. Meskipun demikian, para sahabat khususnya empat sahabat yang
tergolong khulafaur rasyidin ini telah mendapatkan prinsip-prinsip dalam
menentukan dan memutuskan suatu perkara. Musyawarah merupakan prinsip yang
ditanamkan Nabi kepada para sahabatnya, sehingga pemilihan setiap khalifah pada
dasarnya menggunakan musyawarah namun dengan model yang berbeda-beda.
D.
Sistem Ghanimah pada Masa Khilafah Al-Rasyidah I-II
1.
Khalifah Abu Bakar As-Siddiq
Kebijakan yang dicapai untuk
meningkatkan kesejahteraan umum dan perekonomian, Abu Bakar membentuk lembaga
"Baitul Mal", semacam kas negara atau lembaga keuangan. Pengelolaannya
diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat Nabi SAW yang digelari "amin
al-ummah" (kepercayaan umat).[25]
Kebijakan lain yang ditempuh Abu
Bakar yaitu membagi sama rata hasil rampasan perang (ghanimah). Dalam hal ini
ia berbeda pendapat dengan Umar bin Khattab yang menginginkan pembagian
dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat. Alasan yang dikemukakan Abu Bakar
adalah semua perjuangan yang dilakukan atas nama Islam adalah akan mendapat
balasan pahala dan Allah SWT di akhirat. Karena itulah biarlah mereka mendapat
bagian yang sama.[26]
Selama masa pemerintahan Abu Bakar, harta Baitul Mal tidak
pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan
kepada seluruh kaum Muslimin, bahkan ketika Abu Bakar wafat, hanya ditemukan
satu dirham dalam perbendaharaan negara. Seluruh kaum
Muslimin diberikan bagian yang sama dari hasil pendapatan negara. Apabila
pendapatan meningkat, seluruh kaum Muslimin mendapat manfaat yang sama dan
tidak ada seorang pun yang dibiarkan dalam kemiskinan. Kebijakan tersebut
berimplikasi pada peningkatan pendapatan nasional, di samping memperkecil
jurang pemisah antara orang-orang yang kaya dengan yang miskin. Dalam
hal ini, ia berbeda pendapat dengan Umar bin Khattab yang menginginkan pembagian
dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat.
2.
Kahlifah Umar Bin Khattab
Untuk
Kesejahteraan rakyat, Umar tidak pernah mengesampingkan, ia sangat
memperhatikan bagaiman taraf kehidupan rakyat yang dipimpinnya. Ia memberikan
tunjangan kepada rakyat sesuai klasifikasi berdasarkan nasab kepada Nabi
Muhammad Saw. (termasuk di dalamnya istri beliau), senioritas dalam memeluk
agama Islam, jsa dalam perkembangan dakwah islam dan perjuangan mereka dalam
menegakkan agama islam jumlah tunjangan masing-masing berbeda berdasarkan
urutan klasifikasi di atas. Hal ini disebabkan kepiawaiyan umar dalam mengatur
harta kekayaan negara yang berasal dari jizyah dan Ghonimah sebaik
mungkin, disamping para pembantu dibelakangnya yang selalu setia dan memegang
teguh amanat yang telah dibebankan dipundaknya untuk dilaksanakan sebaik
mungkin.[27]
E.
Sistem Pertanahan pada Masa Khilafah Ar-Rasyidah I-II
1.
Khalifah Abu Bakar As-Siddiq
Pada
masa Rasulullah SAW dan abu bakar al shiddiq, jika
suatu suku tertentu tidak menyerah secara damai tetepi melalui pertempuran maka
tanah mereka di sita sebagai harta rampasan perang dan dibagikan kepada kaum
muslimin.[28]
2.
Khalifah Umar bin Khattab
Khalifah
Umar bukan saja menciptakan peraturan-peraturan baru, beliau juga memperbaiki
dan mengadakan perbaikan terhadap peraturan-peraturan yang perlu direvisi dan
dirubah. Umpamanya aturan yang telah berjalan tentang sistem pertanahan, bahwa
kaum muslimin diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu yang didapat dengan
berperang. Umar mengubah peraturan ini, tanah-tanah
itu harus tetap dalam tangan pemiliknya semula, tetapi bertalian
dengan ini diadakan pajak tanah (al-kharaj). Umar juga meninjau
kembali bagian-bagian zakat yang diperuntukkan
kepada orang-orang yang dijinaki hatinya (al-muallafatu qulubuhum).[29]
F.
Perkembangan
Islam sebagai Kekuatan Politik
Keempat khalifah tersebut tidak memutuskan suatu
perkara yang berkaitan dengan pengaturan pemerintahan atau perundang-undangan
ataupun lain-lainnya kecuali dengan bermusyawarah dengan kaum cendekiawan di
antara kaum muslimin.[30]
Diriwayatkan dalam Sunan ad-Darimi bahwa Maimun bin Mahran menuturkan tentang
perilaku Sayyidina Abu Bakar dalam hal ini, dan bahwasannya ia selalu, apabila
terjadi suatu perkara, mencari hukumnya dalam kitab Allah. Bila ia tidak
memperolehnya, ia mempelajari bagaimana Rasulullah SAW, bertindak di dalam
perkara seperti ini. Dan bila ia tidak menemukan apa yang dicarinya, ia pun
mengumpulkan tokoh-tokoh yang terbaik dan mengajak mereka bermusyawarah. Apapun
yang telah diputuskan oleh mereka setelah pembahasan, diskusi dan penelitian,
ia pun menjadikannya sebagai suatu keputusan dan suatu peraturan.[31]
Permasalahan politik pertama yang muncul sepeninggal
Rasulullah adalah siapakah yang akan menggantikan beliau sebagai kepala
pemerintahan dan bagaimana sistem pemerintahannya. Demikian kaum muslimin
dutuntut untuk menyelesaikan masalah tersebut sendiri. Rasulullah telah
mengajarkan satu prinsip, yaitu musyawarah. Prinsip ini dapat dibuktikan dengan
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada setiap pergantian empat pemimpin pada
periode khulafaur rasyidin, meski dengan model yang berbeda.
1.
Abu Bakar
(11-13 H)
Abu Bakar as-Shiddiq, dalam salah satu khutbahnya yang
pertama setelah dibai’at, berkata: “Wahai manusia, sesungguhnya aku telah
diangkat sebagai pemimpin atas kamu sekalian, sedangkan aku bukanlah orang yang
terbaik di antara kalian. Maka bila aku berbuat baik, bantulah aku, dan bila
aku berbuat buruk, luruskanlah aku. Ketulusan adalah amanat dan kebohongan
adalah khianat. Orang yang lemah di antara kamu akan aku anggap sebagai orang
yang kuat sampai aku memperoleh kembali baginya haknya, insya Allah, dan orang
yang kuat di antara kamu adalah seorang yang lemah menurut anggapanku sampai
aku berhasil mengambil hak itu dari padanya, insya Allah.
Perkembangan Islam dengan kemenangan yang dicapai di
seluruh Tanah Arab. Ketika itu pula bangsa Romawi dan Persia tak henti-hentinya
melakukan tipu daya untuk menghancurkan Islam. Berawal dari masa Rasulullah
yang telah menyiapkan pasukan besar untuk menandingi kekuatan Persia dan
Romawi. Tatkala Rasulullah wafat, tentara itu belum sempat berangkat ke tempat
yang dituju, karena tertahan oleh wafatnya Rasulullah. Maka ketika Abu Bakar
meneruskan niat Rasulullah ini dengan mengirimkan pasukan tersebut.
Pemberangkatan pasukan ini, lebih dititik-beratkan pada segi politis, bukan
karena kepentingan pertahanan. Karena saat itu pula terjadi pemberontakan di
Tanah Arab. Pengiriman pasukan terus dilakukan oleh Abu Bakar supaya terkesan
bahwa kaum muslimin memiliki kekuatan yang besar. Pengiriman yang dilancarkan
Abu Bakar ini dinilai berhasil karena dapat menimbulkan ketakutan bagi bangsa
Romawi dan pemberontakan bangsa Arab.[32]
Sistem pemerintahan yang diberlakukan oleh Abu Bakar
adalah sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah, yakni bersifat sentral
dengan memusatnya kekuasaan eksekutif,[33] legislatif,[34]
dan yudikatif[35]
pada satu tangan.[36]
Dari sini terlihat akan betapa Abu Bakar memang benar-benar melakukan apa yang
dilakukan Rasulullah.
2.
Umar Bin Khattab (13-23 H)
Pemerintahan Umar berbeda dengan Abu Bakar. Lembaga
yudikatif telah berdiri sendiri, terpisah dengan eksekutif dan legislatif
dengan didirikannya lembaga pengadilan bahkan sampai ke daerah-daerah. Umar
melakukan perubahan-perubahan dalam pemerintahannya tanpa melihat sebelumnya.
Umar lebih mengadopsi model Persia dengan membentuk departemen-departemen (diwan)
yang memiliki tugas menyampaikan perintah dari pemerintah pusat ke berbagai
daerah dan melaporkan tindakan-tindakan penguasa daerah kepada khalifah. Ketika
Umar memerintah, wilayah dibagi menjadi delapan provinsi: Makkah, Madinah,
Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Di setiap provinsi
dibentuk jawatan kepolisian untuk menjaga keamanan dan ketertiban dan juga
didirikan jawatan-jawatan umum. Saat itu pula mulai diatur dan diterbitkan
pembayaran gaji dan pajak tanah. Ketika itu juga didirikan Baitul Mal
yang berfungsi sebagai lembaga pengelolaan keuangan negara.[37]
Di masa Umar diberlakukan sistem provinsi dengan dikepalai oleh seorang Amir
(gubernur) yang diberi keluasan untuk mengatur daerahnya secara mandiri.
Pemilihan pejabat sering dilakukan oleh rakyat sendiri. Tidak ada hak istimewa
dalam pemerintahan Umar sehingga rakyat dan penguasa tidak ada bedanya,
sehingga rakyat bisa menemui para penguasa dengan mudah kapan pun.
Telah berkata Umar r.a. dalam salah satu
pidatonya:”Wahai manusia, sesungguhnya tidak ada suatu hak bagi siapa pun untuk
ditaati dalam suatu perbuatan maksiat. Kamu sekalian memiliki beberapa hak atas
diriku yang akan kujalani dan akan kupegang teguh. Aku berjanji tidak akan
memungut suatu pajak atas hasil karunia yang kamu peroleh dari Allah kecuali
dengan jalan yang sebenarnya, dan kamu sekalian berhak mencengah aku
mengeluarkan sesuatu yang telah berada di tanganku kecuali dengan haknya.[38]
Umar merupakan sosok khalifah yang kuat, adil, dan
berwibawa. Ia tidak tumbuh dari lingkungan orang-orang yang berperadaban tinggi
namun dialah yang secara khusus meletakkan tatanan, politik, sosial, dan
peradaban. Ekspansi yang dilakukan Umar pada masa kekhalifahannya sampai ke
Persia dan meruntuhkan imperiunnya, ini merupakan jasa besar Umar bagi umat
Islam. Demikian juga negeri Syam, Mesopotamia, Palestina, dan Mesir dibawah
pimpinan Sa’ad.[39]Setelah
berhasil merobohkan Persia dan melenyapkan kekuasaan mereka. Timbul dendam
kepada Umar dari orang-orang lapisan atas bangsa Persia beserta
pendukung-pendukungnya dan berniat untuk membunuhnya.[40]
Beberapa hal yang patut di apresiasi pada pemerintahan
Umar adalah pada sistem sosial. Sistem pemberian yang dilakukan Umar merupakan
hal yang baru. Sistem ini diberlakukan bagi mereka yang sakit, orang-orang yang
lemah, lanjut usia, cacat dan tak sanggup lagi mencari nafkah. Demikian juga
bagi mereka yang mengabdi kepada negara dan lembaga-lembaga sosial. Mereka ini
diberikan tunjangan yang berasal dari perbendaharaan negara. Sistem ini
baru dijalankan sejak pemerintahan Umar, akan tetapi kebijaksanaan Umar ini
terhenti tatkala Umar wafat. Kebijakan ini pada masa Usman sempat berjalan
beberapa saat namun pada akhirnya rakyat memprotes Usman karena banyaknya
pemberian yang diberikan Usman hanya kepada beberapa orang. Kemudian tuntutan
ini pun dikabulkan oleh Usman dan pemberian terbatas hanya kepada tentara dan
sahabat-sahabat Nabi saw.[41]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Paparan di atas tentu memerlukan beberapa kesimpulan untuk dapat menangkap
inti dari pembahasannya, oleh karena itu penulis menyimpulkan bahwa:
1.
Abu Bakar As-Shidiq adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang mempunyai nama lengkap Abdullah Abi Quhafah At-Tamimi. Diberi julukan Abu Bakar atau pelopor pagi hari, karena beliau termasuk orang laki-laki yang masuk Islam pertama kali. Sedangkan gelar As-Shidiq diperoleh karena beliau senantiasa membenarkan semua hal yang dibawa Nabi SAW terutama pada saat
peristiwa Isra’ Mi’raj.
Sedangkan Umar bin Khattab merupakan satu diantara
tokoh-tokoh
besar dalam sejarah Islam.
Ia terkenal dengan
tekad
dan kehendaknya yang sangat kuat, cekatan, dan
karakternya yang berterus terang. Sebelum menjadi
khalifah ia dikenal sebagai pribadi yang keras dan tidak mengenal kompromi dan bahkan
kejam.
2.
Banyak
proses-proses berat yang di hadapi Abu Bakar di awal pemerintahannya, adapun
beberapa kesulitan yang dihadapi oleh khalifah Abu Bakar misalnya adalah,
banyak umat Muslim yang murtad atau
keluar dari Islam
akibat enggan membayar zakat, mereka menganggap
membayar zakat hanya berlaku pada masa Rasulullah masih hidup. Adapun
pemurtadan yang lain itu akibat timbul banyak nabi-nabi palsu, dan
disitulah banyak umat muslim yang ikut ajaran nabi palsu tersebut.
Sedangkan selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam
tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian
Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa
kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara
dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
3.
Terbentuknya khilafah dimulai ketika
Nabi wafat dengan diangkatnya Abu Bakar sebagai khalifah (pemimpin)
pertama. Asas musyawarah merupakan landasan yang digunakan dalam setiap
pergantian khalifah sebagaimana yang telah diajarkan oleh Nabi. Namun Nabi
tidak menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin dan bagaimana tata cara
pemilihan setelahnya. Demikian juga pada pengangkatan khalifah lainnya,
semuanya didahului oleh perselisihan dan pada akhirnya terpilihnya mereka yang
terpilih setelah melalui musyawarah dengan model yang berbeda-beda.
4.
Kebijakan
lain yang ditempuh Abu Bakar yaitu membagi sama rata hasil rampasan perang
(ghanimah). Dalam hal ini ia berbeda pendapat dengan Umar bin Khattab yang
menginginkan pembagian dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat. Alasan
yang dikemukakan Abu Bakar adalah semua perjuangan yang dilakukan atas nama
Islam adalah akan mendapat balasan pahala dan Allah SWT di akhirat. Karena
itulah biarlah mereka mendapat bagian yang sama.
5.
Pada masa
Rasulullah SAW dan abu bakar al shiddiq,
jika
suatu suku tertentu tidak menyerah secara damai tetepi melalui pertempuran maka
tanah mereka di sita sebagai harta rampasan perang dan dibagikan kepada kaum
muslimin. Sedangkan pada
masa Umar bin Khattab beberapa peraturan telah diubah, umpamanya
aturan yang telah berjalan tentang sistem pertanahan, bahwa kaum muslimin
diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu yang didapat dengan
berperang. Umar mengubah peraturan ini, tanah-tanah
itu harus tetap dalam tangan pemiliknya semula, tetapi
bertalian dengan ini diadakan pajak tanah (al-kharaj).
6.
Pemerintahan Umar berbeda dengan Abu
Bakar. Lembaga yudikatif telah berdiri sendiri, terpisah dengan eksekutif dan
legislatif dengan didirikannya lembaga pengadilan bahkan sampai ke
daerah-daerah. Umar melakukan perubahan-perubahan dalam pemerintahannya tanpa
melihat sebelumnya. Umar lebih mengadopsi model Persia dengan membentuk departemen-departemen
(diwan) yang memiliki tugas menyampaikan perintah dari pemerintah pusat
ke berbagai daerah dan melaporkan tindakan-tindakan penguasa daerah kepada
khalifah.
Sedangkan sistem
pemerintahan yang diberlakukan oleh Abu Bakar adalah sebagaimana yang dilakukan
oleh Rasulullah, yakni bersifat sentral dengan memusatnya kekuasaan eksekutif, legislatif,
dan yudikatif pada satu tangan. Dari sini
terlihat akan betapa Abu Bakar memang benar-benar melakukan apa yang dilakukan
Rasulullah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maududi
, A’la Abul. 2007. Khilafah dan kerajaan. Bandung: Mizan Media Utama
Amin, Ahmad.
1991. Islam dari Masa ke Masa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Amstrong,
Karen. 2002. Islam; Sejarah Singkat. Yogyakarta: Penerbit Jendela
As-Suyuthi, Imam. 2005. Tarikh Khulafa’ Sejarah Para Penguasa Islam. terj. Samson rahman.
Jakarta: Pustaka Al-kautsar
Fachruddin, Fuad. 1995. Perkembangan Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, hal. 77.
Hasyim, Muhammad. 2006. Sistem Politik Di Masa Rasululloh
Dan Khulafaur Rasyidin Di Tinjau Dari Sistem Demokrasi. Skripsi. STAI Al-Qolam.
Husain, Taha. 1986. Dua Tokoh Besar
dalam Sejarah Islam Abu Bakar dan Umar. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya
Maryam, Siti. Dkk. (editor).2009.
Sejarah Peradaban Islam: dari Masa Klasik hingga Modern. Yogyakarta:
LESFI
Masdir, firdaus. 2001. Sejarah
Peradaban Islam Jilid
1. Padang
: IAIN IB press.
Osman, Latif A. 1992. Ringkasan Sejarah Islam.Jakarta:
Penerbit Widjaya
Rasjid,
Sulaiman. 1990. Fiqih Islam. Bandung: Sinar BaruSyalabi, A.
1983. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Alhusna
Setiawan, Arif.2002. Islam dimasa Umar bin
Khatthab.
Jakarta : Hijri Pustaka.
Sulasman dan
Suparman. 2013. Sejarah Islam di Asia dan Eropa . Bandung: Pustaka Setia.
[1] M. Abdul
Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2007), hal.77
[2]Karen Amstrong, Islam;
Sejarah Singkat, (Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2002), hal. 34-35
[12]
Muhammad
Husein Haikal, 2002. Umar
bin Khatthab, sebuah telaah mendalam tentang pertumbuhan islam dan
kedaulatannya dimasa itu,
Bogor : Pustaka Lintera Antar Nusa.
Hal 45
[14] Abul A’la
Al-Maududi, Khilafah dan kerajaan, (Bandung: Mizan Media Utama, 2007), hal.
58-59
[15] M. Abdul
Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2007), hal.77
[17]Ahmad Amin, Islam
dari Masa ke Masa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991), hal. 80
[18]Imam As-Suyuthi, Tarikh
Khulafa’ Sejarah Para Penguasa Islam, terj. Samson rahman, (Jakarta:
Pustaka Al-kautsar, 2005), hal. 74
[19]A. Syalabi, Sejarah
dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1983), hal. 227
[20]M. Abdul Karim,
Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher,
2007), hal.82
[22]M. Abdul Karim,
Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher,
2007), hal.84
[30]Abul A’la
Al-Maududi, Khilafah dan kerajaan, (Bandung: Mizan Media Utama, 2007), hal. 107
[32]A. Syalabi, Op.
Cit., hal. 239
[33]ek·se·ku·tif /éksekutif/ 1a
berkenaan dng pengurusan (pengelolaan, pemerintahan) atau penyelenggaraan
sesuatu; 2n Huk kekuasaan menjalankan undang-undang; 3n
Man pejabat tingkat tinggi yg bertanggung jawab kpd direktur utama atau
pemimpin tertinggi dl perusahaan atau organisasi
[34]le·gis·la·tif /législatif/ a berwenang membuat
undang-undang; badan -- , dewan yg berwenang membuat undang-undang
[35]yu·di·ka·tifa1 bersangkutan dng fungsi dan pelaksanaan lembaga
peradilan; 2 bersangkutan dng badan yg bertugas mengadili perkara
[36]Siti Maryam dkk (editor),
Op. Cit., hal.49
[37]Siti Maryam dkk (editor),
Op. Cit., hal. 48
[39]Ahmad Amin, Op.
Cit., hal. 86
[40]A. Syalabi, Op.
Cit., hal. 264
[41]Taha Husain, Dua
Tokoh Besar dalam Sejarah Islam Abu Bakar dan Umar, (Jakarta: PT Dunia
Pustaka Jaya, 1986), hal. 188-189
0 Response to " Sejarah Al-Khulafa’ al-Rosyidin "
Post a Comment